MERANTAU DITANAH ORANG
Bagi sebagian orang, terutama yang hidupnya merantau jauh dari keluarga,
baik karena tuntutan kerja maupun sekolah/kuliah, hidup ngekost menjadi
pilihan yang tepat. Namun, pilihan tersebut bukannya tak menuai resiko.
Untung dan rugi tentu saja selalu ada. Dari beberapa orang yang saya
menemu, di antara mereka banyak yang mengalami kesulitan. Salah satunya
adalah kurang bisa beradaptasi baik terhadap lingkungan baru maupun
terhadap menu makanan. Bahkan, tak jarang hal itu menimbulkan stres
tersendiri. Ini tentunya akan berdampak buruk pada kualitas kerja (bagi
yang sudah bekerja) dan kuliah (bagi yang masih kuliah) kita.
Kerja/kuliah menjadi terganggu karena sulit berkonsentrasi.
Bagusnya setelah usia di atas 14 th, kalau bisa jauh dari orang tua itu
lebih baik dan sehat. Si anak bisa lebih mandiri paling tidak belajar
mandiri, sambil sesekali masih bisa "lari" ke rangkulan orang tua.
Sehingga bila orang tua sudah tidak ada, atau anak sudah nikah/ sudah
bekerja, si anak sudah lebih siap menjadi manusia seutuhnya (maksudnya
bisa melaksanakan hak dan kewajibannya dengan baik). Anak juga dapat
kesempatan mengembangkan jati diri dan "gaya" hidupnya tanpa takut kalau
tidak menuruti "dikte-an" orang tua nanti dicap kualat. Maklum sikon ,
kan sedikit banyak udah berubah. Beda zaman, dan umumnya tidak semua
orang tua paham atau mau berusaha untuk paham dengan perubahan ini.
Sementara buat orang tua, bisa menjadi lebih tenang melepaskan anak ke
masyarakat, karena sudah sempat "belajar" mandiri. Konflik yang ga perlu
juga bisa dihindari, karena anak itu biar udah gede, di mata orang tua
tetap anak. Jadi susah ngebuang hobi ngingetin, negur, nasehatin bahkan
marahin anak kalau ada hal-hal yang ga sesuai dengan keinginan orang
tua. Yang, tentu saja makin gede anak, makin sebal kalau bulak-balik
dikuliahin. Tidak heran ada pepatah "Kalau jauh bau wangi, kalau dekat
bau ... (maaf) tahi." Artinya, hubungan orang tua & anak biasanya
makin mesra kalau ada jarak.(Yanto Tebai)